Daily Berita

Berita Indonesia Terbaru Hari Ini | Today's Latest Indonesia News

Astaga! Pegang Saham ASII-HMSP-UNVR 5 Tahun Malah Boncos

mobil di IIMS 2018

Jakarta, Indonesia – Tiga saham emiten big cap atau saham dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun anjlok pada perdagangan Rabu (24/3/2021). Penurunan harga ketiga saham tersebut juga terjadi baik dalam sebulan, year to date (YTD) bahkan dalam kurun 5 tahun terakhir.

Ketiga saham tersebut ialah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Astra International (ASII).

Berikut tabel pergerakan saham trio big cap tersebut, mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI) periode perdagangan Rabu (24/3/2021).

Mari kita bahas ketiga saham tersebut, mulai dari emiten rokok HMSP.

HMSP

Saham emiten rokok raksasa HMSP Rabu kemarin ditutup anjlok sebesar 3,51%. Sebenarnya, dalam sebulan terakhir saham emiten anak usaha Philip Morris Indonesia ini masih tumbuh 0,73%.

Namun apabila menilik secara year to date (YTD), saham HMSP sudah anjlok 27,82%.

Bahkan, menelisik jauh ke belakang, saham ini sudah ambles sedalam 65,82% dalam kurun 5 tahun terakhir. Amblesnya saham HMSP sepanjang 5 tahun belakang diwarnai aksi jual bersih asing sebesar Rp 4,38 triliun.

Baca:

Parah Nih! Efek Corona, HM Sampoerna Rumahkan 7.894 Karyawan

Semenjak melakukan stock split atau pemecahan saham per 14 Juni 2016, saham produsen brand rokok Sampoerna U-Mild ini cenderung turun.

Semenjak stock split tersebut, saham HMSP sempat mencapai rekor kenaikan tertinggi pada 23 Januari 2018 yakni ke level Rp 5.500. Namun setelah itu, saham ini cenderung bergerak ‘menuruni gunung’ hingga hari ini.

Informasi saja, sebelum stock split harga saham HMSP berada di level Rp 97.000/saham. Dengan harga yang terbilang mahal ini, manajemen bermaksud untuk melakukan stock split agar saham mudah dikoleksi oleh investor publik.

Stock split dilaksanakan dengan rasio 1:25 pada Juni 2016. Pada penutupan hari pertama setelah stock split, 14 Juni 2016, saham HMSP berada di posisi RP 3.880/saham.

Kemudian, apabila melihat valuasi saham HMSP terbaru, sebenarnya price to earning ratio (PER) saham ini masih tergolong wajar dibandingkan kompetitor sektor tembakau lainnya. PER HMSP, yakni 19,32 kali, lebih rendah dibandingkan rerata PER sektor yang sebesar 78,72 kali.

ER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali. Selain dengan rule of thumb, kita juga bisa membandingkan PER suatu emiten dengan PER sektor.

Namun, apabila menggunakan rasio price to book value (PBV), saham HMSP tergolong mahal, 5,48 kali. Angka ini lebih tinggi ketimbang PBV rata-rata sektor yang sebesar 2,48 kali.

Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara rule of thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Dalam 5 tahun terakhir, Sampoerna tidak pernah mencatatkan rugi bersih. Dengan kata lain, kinerja keuangan terbilang positif, kendati beberapa kali laba bersih dan pendapatan bersih perusahaan tercatat bergerak fluktuatif.

Baca:

Hilirisasi Bikin Cuan PTBA Makin Tebal, Simak Rinciannya

Selain itu, HMSP, bersama UNVR dan ASII, termasuk dalam jajaran emiten yang rajin menebar dividen setidaknya sejak 2002 silam.

Tapi tahun lalu, kinerja Sampoerna tertekan. Laba bersih dicatatkan Rp 8,58 triliun, turun 37,95% dari tahun sebelumnya Rp 13,72 triliun.

Penyebab penurunan laba bersih tersebut adalah menurunnya penjualan bersih HMSP sebesar 13,2% menjadi Rp 92,42 triliun dari sebelumnya Rp 106,55 triliun.

Kinerja HMSP sepanjang 2020 tersebut tercatat di bawah perkiraan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia. Sepanjang kuartal IV tahun lalu, laba bersih HMSP turun 52,6% secara year-on-year (YoY).

Anjloknya laba bersih 37,5% di tahun lalu itu di bawah estimasi Mirae dan konsensus yang memperkirakan tingkat run-rate, secara berturut-turut, sebesar 91% dan 90%.

“Kami mengaitkan kinerja yang kurang baik ini dengan kontraksi margin di belakang pajak cukai yang lebih tinggi dan beberapa biaya tetap di tengah penurunan pendapatan,” jelas periset Mirae, Christine Natasya, dalam risetnya, Selasa (23/3/2021), dikutip Indonesia, Kamis (25/3).

“Kami yakin strategi ini dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar SKM [sigaret kretek mesin] perusahaan sebagai hasil dari penurunan besar konsumen ke merek lain yang lebih murah. Akhirnya, volume penjualan merek HMSP Dji Sam Soe tetap datar secara QoQ [kuartal per kuartal] di 4Q20 [kuartal IV 2020],” jelas Christine.

Sigaret kretek mesin (SKM) masih menjadi andalan HMSP sampai saat ini. Sepanjang 2020, SKM menyumbang 66,25% dari total pendapatan bersih perusahaan.

Adapun pendapatan full year 2020 yang turun 12,9% YoY sejalan dengan perkiraan Mirae dan konsensus dengan mencapai 100% perkiraan broker asal Korea ini dan 97% dari konsensus. 

Mirae Asset masih tetap pada rekomendasi terakhir mereka, yakni hold HMSP dengan target harga Rp 1.450.

NEXT: ASII hingga UNVR

Baca:

Gak Peduli IHSG Anyep, Asing Serentak Borong 15 Saham Ini!