Jakarta, Indonesia – Pemerintah memiliki rencana bakal mengimpor 1 juta ton beras untuk masuk ke Indonesia. Namun, usulan itu sudah mendapat pertentangan di tingkat operator yakni Perum Bulog.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso yang biasa dipanggil Buwasini menegaskan tidak akan sepenuhnya ikut kebijakan pemerintah tersebut. Pasalnya ada pertaruhan harga gabah di tingkat petani yang bakal anjlok saat musim panen.
Baca:Jreng! RI-Thailand Siap Teken MoU Impor Beras 1 Juta Ton |
“Kalau pun kami mendapatkan tugas impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan, karena kami tetap memprioritaskan produk dalam negeri yang sekarang masa panen raya sampai bulan April,” katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Senin (15/3/2021).
Saat ini memang menjadi masa puncak panen raya hingga satu bulan mendatang. Berbeda dengan tahun lalu yang mengalami kemunduran hingga terjadi pada bulan April-Mei 2020. Karenanya, ada potensi hasil panen menjadi jauh lebih besar dibanding saat ini.
Adapun stok beras di gudang Bulog mencapai 883.575 ton dengan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 859.877 ton dan beras komersial sebesar 23.706 ton. Meski ada penyerapan di dua bulan ini, yakni Maret dan April, namun cadangan beras masih melimpah yakni di atas 1 juta ton setelah memasuki panen raya.
“Prinsipnya kami utamakan petani dalam negeri untuk CBP,” sebut Buwas.
Baca:Heboh Harga Kedelai Meroket, Importir Bantah Ada Kartel! |
Apalagi, berdasarkan pengalaman sebelumnya, beras impor yang cadangan pemerintah tak terpakai sehingga menyusut kualitasnya bahkan rusak. Budi Waseso pernah melaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal permasalahan tersebut.
“Kami sudah lapor ke presiden saat itu, beras impor kami saat Maret tahun lalu (stoknya) 900 ribu ton sisa dari (stok Bulog) 1,7 juta ton, sekian juta ton beras impor. Jadi sudah menahun kondisinya, layak pakai tapi harus di-mixdengan beras dari dalam negeri. Permasalahannya ada kesalahan saat impor lalu, rata-rata taste-nya pera, nggak sesuai dengan taste masyarakat kita, sehingga jadi permasalahan,” katanya.
Permasalahan itu membuat Bulog harus putar otak demi mempertahankan kualitas berasnya, atau setidaknya masih layak konsumsi. “1,8 juta ton ini kita harus mix dengan beras dalam negeri, akibatnya lambat,” sebut Buwas.
Dengan cara itu, beras diharapkan memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, itu memerlukan waktu lebih panjang dan prosedur pelaksanaan yang bertambah.
Halaman 2>>