Jakarta, Indonesia – Pemerintah berencana untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini ditetapkan sebesar 10%. Ini menjadi salah satu cara meningkatkan penerimaan negara di tahun depan.
Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan, ini bukan saat yang tepat bagi pemerintah menaikkan PPN. Sebab, bisa menghambat pemulihan ekonomi yang saat ini sedang terjadi momentumnya.
Baca:PPN di RI Paling Rendah, Ada Benernya, Tapi…. |
“Jangan sampai kebijakan yang niatnya untuk menaikkan (penerimaan) pajak justru berdampak negatif ke proses pemulihan ekonomi yang kita dapat momentum,” ujarnya kepada Indonesia.
Kenaikan PPN akan memperlemah daya beli masyarakat. Pelemahan daya beli tentu juga menekan konsumsi rumah tangga yang menjadi sektor utama pendorong perekonomian dalam negeri.
“PPN harusnya dijadikan instrumen dorong konsumsi,” kata dia.
Oleh karenanya, ia menilai bahwa yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menurunkan PPN bukan menaikkannya. Sama seperti penurunan PPnBM untuk kendaraan bermotor dan PPN sektor properti yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi di sektor tersebut.
“Ini harus konsep yang sama harus dilakukan bagaimana Pemerintah dorong ekonomi dengan cara memberikan insentif dan salah satunya turunkan PPN bukan kenaikan PPN,” jelasnya.
Ia pun berharap pemerintah bisa kembali mempertimbangkan kebijakan kenaikan PPN ini. Sebab, sangat kontradiktif dengan tujuan Pemerintah yang ingin meningkatkan konsumsi untuk memulihkan perekonomian nasional.
“Jadi jangan sampai ini dilakukan dan menjadi boomerang bagi kita karena bisa menghentikan momentum yang kita alami sekarang ini. Makanya saya bilang tidak tepat dilakukan,” tegasnya.
Baca:Ekonom: Kenaikan PPN Bisa Hambat Pemulihan Ekonomi RI |
Halaman 2>>