Daily Berita

Berita Indonesia Terbaru Hari Ini | Today's Latest Indonesia News

Kebakaran! Wall Street Ambrol, Bursa Asia Ikutan Merosot

Jakarta,  Indonesia – Ambrolnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin membuat bursa saham Asia masuk ke zona merah pada perdagangan Kamis (13/5/2021) pagi. Penyebabnya, rilis data inflasi yang memicu spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan melakukan tapering lebih cepat dari perkiraan.

Indeks Nikkei Jepang pagi ini jeblok hingga 1,4%, indeks Topix juga merosot 0,7%, kemudian Kospi Korea Selatan minus 0,5%. Bursa saham China dan Hong Kong masih belum buka, begitu juga dengan beberapa bursa saham di Asia Tenggara, tetapi kemungkinan besar akan menyusul ke zona merah nanti.

Bursa saham AS (Wall Street) kemarin ambrol hingga ke level terendah dalam 2 bulan terakhir, ketiga indeks utamanya jeblok setidaknya 2% setelah data menunjukkan inflasi di AS meroket ke level tertinggi 12 tahun.

Baca:

‘Hantu’ Inflasi Bikin Wall Street Terguncang, Ambles 2% Lebih

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April melesat atau mengalami inflasi 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Rilis tersebut jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei Dow Jones sebesar 3,6%.

Sementara dari bulan Maret atau secara month-to-month (mtm) tumbuh 0,8%, juga jauh lebih tinggi dari survei 0,2%.

Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 3% yoy dan 0,9% mtm, lebih dari dari ekspektasi 2,3% yoy dan 0,3% mtm.

Kenaikan inflasi secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008, sementara secara bulanan terbesar dalam 40 tahun terakhir.

“Pasar bereaksi cepat terhadap data IHK… Ketakutan pasar saham adalah The Fed menaikkan suku bunga secara agresif,” kata Tapas Strickland dari National Australia Bank, dalam sebuah catatan yang dikutip International, Kamis (13/5/2021).

The Fed dalam rapat kebijakan moneter bulan April lalu memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,25% serta program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Suku bunga The Fed baru akan dinaikkan setidaknya di tahun 2023.

Namun pasca rilis inflasi AS, data dari perangkat FedWatch CME Group menunjukkan pelaku pasar kini melihat ada peluang sebesar 13% suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,5% di bulan Desember nanti. Probabilitas tersebut mengalami kenaikan cukup signifikan, sebab dalam beberapa pekan terakhir masih 1 digit persentase saja. Selain itu ada probabilitas setengah persen suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,75%.

TIM RISET  INDONESIA 

[Gambas:Video ]

(pap/pap)