Daily Berita

Berita Indonesia Terbaru Hari Ini | Today's Latest Indonesia News

Mata Uang Kripto Bakal Dipajaki, Kira-Kira Kena Berapa Ya?

Infografis: Negara Ini Disebut Surga Uang Kripto & Bitcoin, RI Masuk?

Jakarta, Indonesia – Pemerintah Indonesia menjajaki peluang mengenakan pajak penghasilan (Pph) terhadap keuntungan transaksi mata uang kripto yang saat ini tengah marak-maraknya. Kebijakan ini bakal menguntungkan bagi eksistensi investasi Bitcoin dkk, tapi “merugikan” bagi para investornya.

Juru bicara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Neilmaldrin Noor kepada pers menyatakan bahwa skema pengenaan pajak untuk jual-beli mata uang kripto saat ini masih didiskusikan. Pada prinsipnya, wajib pajak yang menikmati keuntungan transaksi harus membayar pajak kepada pemerintah dan melaporkan kepemilikannya di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

“Penting untuk diketahui bahwa… jika ada keuntungan atau laba transaksi yang dihasilkan dari sebuah transaksi, maka keuntungannya menjadi objek pajak penghasilan,” tutur Neilmaldrin sebagaimana dikutip Reuters, pada Selasa (11/5/2021).

Indonesia memang menjadi satu dari beberapa negara yang mengizinkan penggunaan mata uang digital tersebut sebagai aset investasi laiknya barang komoditas lainnya. Meski demikian, pengunaan di luar itu masih dilarang, misalnya sebagai alat pembayaran dan alat tukar.

Platform jual beli mata uang kripto yakni Indodax, per April mencatatkan jumlah pengguna aktif sebanyak 3 juta orang, atau meningkat pesat dari posisi awal tahun yang baru sebanyak 2,3 juta.

Maraknya transaksi mata uang kripto sebagai aset investasi mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerukan kehati-hatian kepada para investor karena tingginya risiko volatilitas mata uang tanpa underlying asset ini.

Bagi pelaku investasi mata uang kripto, perlakuan pajak ini bisa dimaknai dua hal: positif dan negatif secara bersamaan. Di satu sisi, perlakuan pajak ini membuat aset kripto diakui oleh negara, sebagai alat investasi yang sah. Ini akan mengaburkan pandangan para pengritik mata uang kripto yang menganggapnya bukan alat penyimpan nilai (store of value).

Namun di sisi lain, perlakuan pajak itu jelas akan menggerus nilai keuntungan yang mereka dapatkan, yang selama ini mereka nikmati secara cuma-cuma dan tak perlu memberikan kontribusi sepeser pun ke negara.

Bagi penambang, mereka selama ini memanfaatkan tarif dasat listrik yang sama seperti konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) lainnya karena memang tidak ada pengenaan tarif khusus untuk para penambang tersebut.

Center for Alternative Finances di Cambridge memperkirakan konsumsi listrik untuk menabang Bitcoin di atas 115 terawatt per jam (Twh) atau 115 triliun watt per jam. Sebagai perbandingan, penjualan listrik PLN ke seluruh rakyat Indonesia hingga kuartal III-2020 sebesar 181,6 Twh.

“(Jumlah listrik untuk penambangan) secara historis lebih banyak dari (jumlah listrik yang digunakan) sebuah negara, seperti Irlandia,” kata profesor ekonomi Universitas New Mexico, Benjamin Jones, dikutip The Guardian, Senin (1/3/2021).

qSumber: Digiconomist

Terpisah, laporan Digiconomist mengungkapkan jika penggunaan listrik untuk menambang Bitcoin di seluruh dunia mencapai 80 Twh.